Jumat, 13 Juni 2014

Kata Pengantar, Sejarah Perjuangan Pattimura

Kata Pengantar

Saudara kapten (sekarang Majoor) Sapiya punya permintaan supaya saya tulis sepatah dua kata selaku pengantar kata dalam ia punya buku saya kabulkan dengan segala senang hati.

Selaku orang Indonesia yang suka taruh perhatian pada soal-soal yang ada punya hubungan dengan kemajuan Tanah Air dan Bangsa, saya dengan automatis merasa senang melihat usaha yang menuju ke arah kemajuan itu.

Menurut saya punya perasaan salah satu dari usaha-usaha yang saya maksudkan di atas itu itu mesti disebutkan di sini usaha dari saudara Kapten Sapiya guna menulis buku Sejarah tentang kita punya Pahlawan Pattimura punya perjuangan yang pada zaman dulu tidak begitu dikenal di antara orang kebanyakan, oleh karena tipu muslihat penjajahan yang sudah berjalan kira-kira tiga setengah abad di Indonesia.

Sebab penjajahan itu punya riwayat sudah tamat pada tanggal 17 Agustus 1945, jadinya kita dapat kesempatan pada menghilangkan kepentingan-kepentingan yang pada zaman penjajahan sangat menyolok kita punya mata itu. Sejarah tentang orang Belanda punya pahlawan-pahlawan seperti Michel Adriaanzoon De Ruyter dan ada banyak lagi pada zaman Hindia Belanda itu dipropagandakan di sekolah-sekolah, padahal sejarah pahlawan-pahlawan dari kita punya bangsa sendiri ditutup mati supaya orang jangan dapat tahu dari hal Belanda punya kebusukan!

Perang Saparua or te wel perang 17 sudah dikenal di antara kita punya rakyat sebagai pemberontakan Matulesia tahun 1817 yang sudah timbul di ambon, Uliassers dan Seram, segera sesudah ada pengoperan Maluku dari dalam Ingrris punya tangan, pengoperan mana harus dikerjakan menurut Londens kolonial tractaat tanggal 13 Agustus 1814.

Literatuur yang sudah terkenal tentang Thomas Matulesia punya pemberontakan saya mau bilang di sini antara lain:

1. Verhuel Herinneringen van een reis naar de Oost Indien (1835-1836).
2. J.B. Van Doren (1857): Thomas Matulesia, het Hoofd der opstandelingen op het eiland Honimoa (Saparua), na de overname van het bestuur der Molukken door de landvoogd J.A. van Middelkoop in 1817.
3. P.H. van der Kemp, uitgave 1911. Het herstel van het Nederlandsche gezag in de Molukken in 1817.

Ini semua sudah tentu dilihat dari Belanda punya kacamata yang kolonial.

Tetapi beruntung sekali ada rapport dari Porto tanggal 17 Nopember 1817 yang ditulis dalam bahasa Indonesia oleh seorang guru dari Porto bernama Strudiek.

"Dit is een op waarheid gegronde uiteenzetting van de aanleiding en het begin dezer opstand tot 22 Oktober 1817. (Ini ada satu keterangan yang berdasar atas kebenaran tentang aanleiding dan permulaan pemberontakan ini sampai dengan 22 Oktober 1817"), bilang Van der Kemp pada kaca 579.

Saya ada senang sekali yang saudara Kapten Sapiya zonder partiydig tetapi kritis sudah tulis ia punya buku tentang kemuliaan perjuangan Pattimura, bukan saya pakai bahan-bahan (gegevens) yang ia dasarkan atas tulisan pengarang-pengarang bangsa asing yang saya maksudkan di atas, tetapi juga ia sudah dasarkan ia punya buku terutama atas rapport Porto yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri dan juga atas beberapa buah buku dari pengarang-pengarang bangsa asing yang lain.

Thomas Matulesia of te wel Pattimura dan kawan-kawannya. Mereka semua pendekar-pendekar pedang yang jadi tersohor oleh karena mereka sudah kasi pukulan-pukulan yang hebat sama bangsa Belanda.

Bukan ini saja yang jadi mereka punya kebesaran. Mereka juga orang-orang yang suka berkata terus terang (tegas) dan setia, mereka bukan berkelahi guna diri sendiri punya kepentingan atau keuntungan, tetapi mereka sudah berkelahi guna satu ideaal yang suci, guna melindungi orang yang lemah dan juga guna menolak penindasan-penindasan yang ancam mereka punya Tanah Air.

Ambon tak pernah lupa sama mereka dan sampai sekarang mereka punya figuur masih hidup dalam rakyat punya hati. Bangsa Indonesia yang tahu bilang terima kasih sudah dirikan tugu mereka juist ditempat itu dimana mereka pernah digantung. Di sana di tempat yang bertengadah dengan mereka punya tugu berdiri satu Gereja yang besar dan baru!

Kebesaran mereka bisa kita dengar sampai di luar batas-batas Maluku dan mereka punya jiwa sekarang ada hidup di antara satu Keur-Korps yang pernah berkelahi guna Indonesia punya kemerdekaan.

Saya harap buku tentang sejarah perjuangan Pahlawan Pattimura yang sudah ditulis oleh saudara Kapten Sapiya ini akan bikin tambah kita punya penghormatan terhadap kepada semua pahlawan agar supaya tetap hidup dalam kita punya jiwa "nyala api tanda kesetiaan kepada Indonesia punya ideaal" walakin kita masih menghadapi rupa-rupa kesukaran!

Dan sebagai satu penutup dari saya punya kata pengantar ini saya harap kita semua ingat sama Presiden Soekarno punya amanat: Hanya bangsa yang bisa menghormati mereka punya pahlawan, bisa jadi satu bangsa yang besar!

Ambon, 14 September 1953

Dr J.B. Sitanala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar