Kamis, 12 Juni 2014

Bab 1 Kebesaran Kraton Majapahit, Babad Majapahit

Buku "Babad Majapahit" ini adalah buku siapa aku lupa, ada di lemari gudang, kondisinya memprihatinkan, sepertinya sempat kebocoran air hujan lama, kertasnya sudah lapuk dan jamuran, cover dan bagian awal-awalnya juga hilang, mungkin dimakan tikus. Berikut aku ketikkan seadanya, semoga bermanfaat untuk kalian semua. Merdeka!

Bab 1
Kebesaran Kraton Majapahit

...
Kebutuhan hidup sehari-hari dapat dijangkau oleh masyarakat Majapahit secara mudah. Kesenjangan daya beli antara si punya dan si tidak punya tidak terlampau lebar. Kecemburuan sosial yang berkaitan dengan daya beli membuat orang yang merasa tidak mampu akan berbuat nekad agar dirinya dapat mengejar ketertinggalan. Orang mau menjambret, mencopet, maling, merampok, dan merompak karena dengan jalan lumrah dirinya tidak bisa memperjuangkannya. Negara yang memperoleh predikat jinawi, rakyatnya akan ramah dan murah senyum. Tegur sapa sesama bukan barang mahal dan lebih penting lagi masyarakat akan mulai memikirkan cara memaknai hidup entah dengan berkesenian atau mengembangkan pemikiran ilmiah religius.

Kata berjenjang tata-titi, tatas-titis, tatag-tutug berkaitan dengan komitmen suatu komunitas dalam ketaatan hukum dan norma yang telah disepakati bersama. Konvensi dan aturan main Majapahit dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga keserasian dan keselarasan tetap terjaga.Pelanggaran terhadap tata tertib akan menunda keberhasilan. Di samping diri sendiri rugi, orang lain pun akan terkena dampaknya. Apabila pelanggaran itu dilakukan oleh orang banyak dan hal itu dianggap biasa berarti masyarakat itu telah menabung masalah. Suatu saat masalah itu akan membengkak dan berbuah pada penderitaan.

3. Tata Tentrem Karta Raharja

Negara Majapahit berhasil mewujudkan masyarakat yang tata tentrem karta raharja. Tentrem berarti tentram, aman, tenang, damai, dan dapat membahagiakan lahir maupun batin. Kata tentrem lebih menunjuk pada aspek kejiwaan. Untuk mencapai suasana tentrem, maka antar unsur masyarakat harus menghormati hak dan kewajiban orang lain, terbuka, toleran, tenggang rasa, tepa slira, tahu diri, mawas diri, introspeksi, kompromis, dan humanis. Di sini pengendalian diri terhadap pergaulan sangat diperlukan. Masyarakat yang tentram akan membuat hidup kerasan dan betah. Dalam suasana tentram, tidak akan pernah orang merasa dihina dan diremehkan, apalagi merasa terancam harta dan jiwanya.

Karta berkaitan dengan kemakmuran dan aktifitas kerja rakyat Majapahit. Kesuburan yang berpadu dengan etos kerja akan melahirkan kemakmuran atau karta. Hal ini menunjukkan suatu masyarakat yang gemar berkarya, produktif, dan sibuk kegiatan akan menjadi makmur. Petani sibuk dengan bercocok tanam. Pedagang rajin berjualan, peternak tekun menggembala. Kesempatan bekerja yang luas akan mengurangi angka pelanggaran yang menjurus pada kriminalitas. Masing-masing individu mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan diri. Kehormatan sosial akan membuat orang memiliki arti dalam hidupnya. Orang yang bekerja pasti timbul harga dirinya. Status sosial diakui oleh lingkungan.

Raharja berarti jauh dari kejahatan. Semua orang patuh pada hukum. Pencuri dan pencopet, maling dan kecu tidak mendapat tempat. Harta dan kekayaan, ternak dan hasil pertanian aman ditaruh di mana saja, tidak ada kejahilan dan kejahatan yang mengganggu. Mereka yang kecukupan membantu yang kurang kecukupan. Hal ini menjadikan yang kekurangan kerjanya menjadi lebih giat untuk mengejar ketinggalan. Antara kekayaan dan kemiskinan terjadi saling pengertian. Mereka tahu posisi dan kedudukannya sehingga hubungan harmonis terpelihara. Penonjolan kemewahan oleh yang kaya tidak terjadi dan meminta-minta oleh yang melarat tidak terlihat.

Alam Majapahit yang asri dan kemakmurannya yang berlimpah ruah itu mendekatkan pada ketenttaman. Tata tertib dan hukum dipatuhi oleh masyarakat Majapahit. Gotong royong dan gugur gunung menjadi bagian hidup sehari-hari. Demi memperoleh keselamatan lahir batin, masyarakat Majapahit senantiasa mengaitkan diri dengan ajaran agama. Kita masih ingat konsep agung binneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

4. Prabu Brawijaya Lenggah Sinewaka

Pagi itu di Sitinggil Binaturata, Prabu Brawijaya sedang dihadap Patih Gajah Mada, putra mahkota, dan para sentana, punggawa serta para prajurit. Pangeran Pajajaran, Harya Kebobang juga hadir dalam pertemuan pagi itu.

(bersambung)

*** kembali ke daftar isi "Babad Majapahit" ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar